Kamar No 6 (1)




Apakah kamu percaya hantu? Atau kamu percaya roh? Dan apa kamu percaya takdir? Tentu saja kita, aku dan kamu cukup bodoh untuk mempercayainya karena itu tidak terlihat. Aku kata itu omong kosong para sesepuh dan nenek moyang di negeri manapun, untuk memberikan tingkat penekanan pada “hukum adat”. Katakanlah kita tidak boleh keluar sore hari karena ada gendruwo yang akan menculik kita, terlebih perempuan. Atau, kita tidak boleh menduduki batu nisan dikuburan…kabarnya…entah darimana datangnya….mereka, sesepuh itu bilang, akan menghantuimu semalaman. Mungkin kita sering dengar tempat angker, lawang sewu misalnya…ada kabar dari “mereka” (lagi-lagi “mereka?”) peserta uji nyali yang mati gara-gara setan disana. Omong kosong! Aku tidak mempercayainya! Aku tidak takut! Banyak hal yang lebih rasional untuk ditakutkan. Sebagai mahasiswa perantauan di Jogja, aku lebih takut uang bulananku yang pas-pasan ini tidak terkirim, aku lebih takut nilai kuliahku E, aku lebih takut gebetanku menjauh, atau apalah…banyak hal rasional yang lebih ditakutkan daripada hantu, roh terlebih takdir. Tapi bukan berarti aku tidak percaya Tuhan, tidak…aku percaya Tuhan, walaupun sebatas apa yang terlihat dan terhitung. Mungkin di zaman ini kita lebih menyukai cara pikir seperti ini : “buat apa sih mikirin kaya’ gituan…hidup aja udah susah?”. Tepat bung! Kita sependapat! Cari duit buat makan aja sulit, kenapa tentang mistik kita harus berpikir sulit sambil sembelit di parit? Tapi tidak bung! Pikiranku berubah sejak aku menemukan kamar kosong itu. Kamar kost kecil di lantai 2, dipojok dekat kamar mandi bersama yang sering copot kenopnya.
Apa? kamar itu angker? Tidak bung! Kamar itu cerah lengkap dengan sinar matahari yang datang kuat-kuat jam 9 pagi, maklum..kamar itu menghadap timur dan berlantai keramik. Pintu kayu yang menghadap berlawanan dengan jendela kayu kotak dan besar, lengkap dengan tempelan nomer kamar: 6….Sori bung! Aku agak merinding menuliskan nomer 6. Tentu kamu boleh percaya tau tidak. Kamar itu tidak bermasalah sama sekali kalau ku bilang, cat putih mulus dengan atap yang masih bagus, perfecto! Kamar idaman semua anak kost, karena saat bangun pagi, di jendela kita bisa melihat mahasiswi-mahasiswi antri mandi. Strategis bukan? Jendela yang menghadap tepat ke kamar mandi kost “putri” tetangga sebelah hehehe..!. Eits, tapi percayalah, kamu tidak akan terlalu suka melihat wajah mereka saat bangun pagi bung! Rambut acak-acakan, baju daster dan gayung lengkap dengan 7 macam sabun di dalamnya. 7 sabun bung! setelah kuamati benar, kupikir itulah alasan mahasiswi-mahasiswi itu mandinya lama sekali. Benar?
Well, sebelum kuawali cerita kamar itu. Singkat kukatakan aku Candra. Asli Klaten dan sudah 3tahun di Yogyakarta. Candra Aji, kata orang jawa candra artinya bulan dan ajiberasal dari kata aji-aji, artinya: kekuatan. Sejak kecil aku bermimpi punya kekuatan super, dengan nama itu tentunya, saat bulan purnama aku akan berubah menjadi semacam serigala kuat dan besar. Menghajar setiap preman di jalanan dan membuangnya ke laut agar dimakan ikan hiu. Tentu waktu kecil aku berpikir akan ada wanita cantik yang akan terpesona dengan kemampuanku, dan dia jatuh cinta padaku lalu singkat cerita kami menikah. Tertawalah bung! tertawa saja sepuasnya. Memang mimpiku waktu kecil itu lucu, tapi tidak sepenuhnya salah. Malam purnama di kamar itu memang aneh. Aku…nanti, kuceritakan dulu kisahku.
Bapakku hanya petani di Klaten, Ibuku guru sekolah dasar di Delanggu. Sebetulnya aku tidak mau merantau ke Yogya untuk kuliah, buat apa? Aku lebih ingin membuka toko sembako sendiri di rumah, tentu dengan modal uang biaya kuliahku. Itu lebih realistis menurutku, karena menurutku semakin tinggi gelarku..semakin susahku dapat pekerjaan. Tidak percaya? Baiklah, kuceritakan pengalamanku. Waktu itu aku masih SMK di Klaten, kami biasa nongkrong di warung Bu Titin depan SMK. Datang Ucil, tetanggaku yang telah selesai menyelesaikan kuliahnya di Yogya. Dia menawarkan “roti” untuk dititipkan di warung itu, dan kamu tau kata Bu’ Titin? Dia bilang “Owalah Cil, sarjana UGM kok dodolan roti”. Sebulan kemudian usaha Ucil itu tutup, selidik-punya selidik Ucil ternyata malu. Yang salah Ucil? Tidak bung! yang salah cara pandang kita tentang gelar sarjana. Bung percaya Tuhan? Saya percaya semakin kita bekerja keras, rejeki kita pasti lebih banyak. Dan rejeki Tuhan tidak ada hubungannya dengan gelar kesarjanaan, betul? Sejak itulah aku berharap untuk sekedar lulus SMA saja, dan berniat membuka toko sembako. Tapi niat tinggal niat, orang tua mengirimku ke Yogyakarta untuk kuliah. Padahal aku tau betul kuliah itu tidak murah, dan orang tuaku jungkir balik mencukupi kehidupanku disini. Aku, sebagai orang jawa dengan segala aturan adatnya, akan selalu bilang “nggih”. Dan mulailah aku hidup di jogja sebagai mahasiswa perantauan, seperti kebanyakan mahasiswa lainnya.
3 tahun pun bergerak cepat, aku mendekati tahun akhirku kuliah di sini. Satu-satunya yang kupikirkan adalah “skripsi” ku selesai, kemudian pulang ke Klaten. Tentu niatku membuka toko masih ada, tapi aku harus mengumpulkan modal dulu dengan bekerja kantoran. Dan PNS adalah satu-satunya harapan bagi aku dan mungkin sarjana-sarjanalainnya. Skripsi memotivasiku untuk pergi menjauh dari teman-teman kostku, aku pindah. Mencari tempat yang lebih tenang dan sepi agar ku bisa berpikir dengan lebih tenang. Dan disitulah aku bertemu kamar no 6 dengan segala keanehannya. Dan petualanganku baru akan dimulai, siapkan kopi dan sedikit camilan bung! dan biarkan aku menceritakan kisahku dan kamar no 6 ini.
9 Februari 2012
Aku dan Irman, sahabatku berlari kencang. Kita dikejar para banci di perempatan jetis. “Asulah..motormu ki parah tenan man, ndadak mogok barang di perempatan, wis jam 12 meneh!”.
La ….mbuh …..Can, wingi …bar… tak servis neng AHAS…”, Irman kehabisan napas barlari sambil mendorong kendaraannya menjauh dari perempatan itu. “pie iki? Nyerah ae po?”
slompret….nyerah gundulmu, mlayu man! Kabooor! Wegah aku di grepe-grepe (diraba-raba banci)”, aku berlari lebih kencang dari sebelumnya. Terdengar dari belakangku “Caaaan! enteni su! Sandalku copot 1 heleeep! ” Aku cuek dan tetap berlari, sambil nyengir.
Malam itu lebih panas dari sebelumnya, kami keluar masuk gang sempit. Hening dan sepi. “aman can!” Irman mendorong motor dengan sandal sebelah dan napas terangah-engah “iki ndek daerah endi sih? Peteng tenan!”. Aku melihat ke kiri dan ke kanan, memang sepi dan gelap. Sejauh mata memandang hanya ada kegelapan. Jalan ini memang sempit, hanya cukup dilewati oleh 2 manusia yang berjalan bergandengan. Selebihnya, kamu harus mengantri jika mau lewat jalan ini. Konblok yang tak sempurna mewarnai jalan ini, dan rumah kecil sempit pengap berderet sejajar mata memandang. Ada tulisan bernada larangan di atas, terikat antara rumah satu dengan rumah lain yang berseberangan tepat di pertigaan gang sempit ini. “dilarang masuk”. Kenapa dilarang? Pikirku sesudahnya. “Uwis can…balik wae yok, horror ki…” Kata Irman terbata-bata. Aku terdiam, mengamati keadaan dan berjalan pelan kearah tulisan itu. Seperti magnet, aku tertarik melihat isi dalam nya. “Can…!” Irman menggeret lenganku untuk menjauh, “malam jum’at iki can…ayo mlayu can..”. Aku masih mematung, memandang gang sempit itu.



“Brakkkkkkk……………………………….!”
Dari ujung yang gelap itu terdengar suara keras, seperti lemari yang dilemparkan dari atas lantai 2 dan jatuh remuk ke bawah. Reflex aku berlari menjauh dengan kencang, berlari sekuat tenaga. Tepat 2 menit aku berlari ke gang sempit lain, aku sadar. Ican tertinggal. “bocah gemblung! Malah ora mlayu!”. Dengan berat hati aku berbalik arah kembali ke gang sempit tadi, “deg-deg-deg” jantungku masih berdebar kencang. Entah karena kecapekan berlari atau takut,…. keduanya mungkin. Dari kejauhan terlihat Ican terduduk lemas di samping motor bututnya, wajahnya terlihat kosong dan shock. Ternyata setelah ku mencoba lebih dekat, ada bayangan gelap dan besar dibelakangnya. “deg”, napasku berhenti sebentar. Lututku lemas dan tanganku sudah memaksaku berlari kebelakang. Bulu kudukku semua berdiri, mulutku terkunci kontras dengan keinginanku untuk berteriak. Bayangan itu mengamatiku, memandangku lurus tak berkedip. Sejenak dia meninggalkan Irman disana, mendekatiku dengan tidak bersuara. Aku tak bergerak, hanya indra pendengaran yang masih berfungsi normal. Aku mendengar suara napasku sendiri, nafas orang ketakutan dan tidak bergerak. Bayangan itu sudah terlalu dekat, aku ingin berlari! Ingin berlari! Ayolahhh…lari! Aku katakan pada kakiku saat itu juga. Bayangan tanpa suara itu terlihat lebih besar sekarang, dan dia…

Hobi Nge-Game


Mungkin bagi saya, seorang mahasiswa semester akhir (*akhir buanggget hikz..) dan mahasiswa yang baru saja lulus ditakutkan dengan “sedikitnya” lapangan kerja dan banyaknya pelamar. Tidak sedikit dari teman-teman saya yang masih pengangguran. Dan untuk para teman-teman seperjuangan yg sedang mencari kerja, tetap semangat ya!
Kata orang, pengalaman adalah guru yang terbaik. Dan entah itu buruk atau baik, tergantung kita memaknai moment tersebut. Saya sangat menyetujuinya. Kompasianer punya hobi apa? Seberapa jauh hobi nya? Seberapa banyak yang di”korban”kan untuk hobinya? Saya adalah segelintir orang yang berjuang atas hobi. Dan saya adalah segelintir orang yang “nekat” mencari beberapa lembar pattimura dari hobi. Dan untuk teman-teman yang seperti saya…mari kita berjuang sama-sama!
Oke gak usah basa-basi, hobi saya nge-game. Hah? Nge-game? YOI! Kalo orang bilang saya ini Gamers! Mungkin bagi orang tua, atau minimal yang memiliki anak…kata “Game” berkonotasi negatif. Game itu identik dengan orang yang lupa dengan waktu nya sendiri. Gak Cuma itu, makan minum pun bisa lupa loh! (karena saking asyiknya). Belajar? Sekolah? Kuliah? Forget it! Hahahaha….Oh iya, game itu macam2 ya. Dan saya adalah gamers berconsole PC. Yup, saya bermain game PC Online. Nah kalo orang tua yang punya anak-anak dan sering maen di Warnet / Game Centre..pasti tidak asing. Atau malahan pernah jumpa saya yang bermain 2-3 hari gak pulang-pulang dari sana hahahaha! That’s right!
5 tahun yang lalu, saya kecanduan game online. Seminggu gak balik ke rumah itu udah biasa. Waktu itu saya sering banget habisin duit orang tua Cuma buat maen game (jahat ya >.<). Tetapi suatu waktu, ibu saya (ayah sudah meninggal) krisis keuangan. Moment itu membuat saya berpikir dengan keras, tujuannya sih Cuma satu ya…”gimana caranya ya masih bisa maen di warnet/game centre walau gak ada duit?” “gimana caranya saya maen game terus tetapi tidak merepotkan ibu saya?”. Otak itulah yang membuat saya mengenal dunia game online lebih jauh dan lebih menarik.
Beberapa waktu yang lalu saya memberanikan diri membuat buku ini :
Dan ini bukan bohong…bukan omong kosong…bukan judi (ada beberapa orang bilang itu judi…judi dari mana hahaha!). Pengalaman saya 5tahun yang lalu saya rangkum menjadi 1. Dan itu saya buktikan sendiri. Dan ternyata banyak teman-teman sesama “gamers” yang membuktikannya. Memang kalo diceritakan sistem kerja dan bentuknya gimana cara dapet duitnya, itu sangat panjaaaaaaang dan lebaaaaaaaaar! Jadi saya ceritakan hanya sepintas..di Eropa, adalah salah satu game PC Online terkenal. Digawangi oleh Blizzard Entertainment, game “Diablo 3” menuai sukses dan gila! Bagi kompasianer (gak Cuma kalangan umum, kalangan game aja jarang ada yang ngerti), kata RMAH mungkin sangat asing. Tapi di”sana” itu adalah sistem game terbaru dan unik. RMAH kepanjangan dari REAL MONEY AUCTION HOUSE. Apa pendapat kalian? Yang harus dibaca dua kali adalah REAL MONEY. Intinya, setiap pemain yang bermain game Diablo 3, bisa bertransaksi di game tersebut dengan MATA UANG ASLI (EURO). Pengaruhnya? Sangat banyak! Setiap pemain game dapat menjual dan membeli barang atau setidaknya menjadi “pedagang” dengan mata uang “asli” (bukan duit monopoly! Hahha!). Jadi para pemain bisa “untung” dan bisa “rugi” layaknya pedagang yang menjajakan barang dagangan di pasar, bedanya..ini di GAME, bukan di PASAR. Tetapi duitnya? sama-sama asli. Hehehe! Eit’s ini hanya salah satu sisi dari cara mendapatkan “uang” dengan bermain game online. Masih banyak lagi koq! Kalau dijelaskan bisa berlembar-lembar.
Saya membuat buku ini, intinya bukan untuk “gaya”, atau mengharap duit, dsb. Saya sebagai gamers, ingin memperjuangkan hobi saya : “bermain game” yang sangat amat dianggap negatif, buruk dan jelek di kalangan masyarakat. Miris saya liat mahasiswa yang bikin skripsi yang intinya menganggap “game” itu “jelek” dan “merusak” generasi bangsa. Hei! Kapan bangsa ini maju jika semua kemajuan teknologi dianggap negatif? Saya 5tahun di dunia game, saya mengerti dunia game dan mahasiswa yang bermain game tersebut. Dan saya paling benci lihat orang menilai buruk game online tanpa tau potensi yang bisa dikembangkan di dunia game dan di industry game.
Selain untuk mencoba mengubah persepsi masyarakat tentang dampak game online, yang paling saya inginkan adalah saya memberikan solusi pekerjaan alternative. Ya solusi! walaupun saya bukan presiden, bukan pula dosen, bukan pula mentri. Saya memberikan solusi kepada para teman-teman yang mungkin mempunyai kesulitan mendapatkan kerjaan karena ketatnya persaingan dunia kerja…yaaa dicoba saja bermain game online dan cari duit di dalamnya. Lumayan buat mengisi “dompet” ketika masih berstatus “pengangguran”. Dan kalau serius, tidak menutup kemungkinan bisa sukses di dalamnya. Walaupun ini pekerjaan yang informal, tetapi setidaknya bisa dicoba kan? Fun lagi (la wong maen game… :p). Daripada pengangguran? Hhahaha!
Eits…saya masih di dunia game koq dan masih mencari selembar dua lembar dollar di dalamnya. Dan saya bermimpi, suatu saat…saya hidup dan bekerja dari hobi yang saya sukai dan saya gemari. Semoga buku ini membuka mata kita bersama tentang dampak positif dari game online. Dan buat mahasiswa sosial yang bikin skripsi tentang dampak negatif dunia game, tolong dibaca ulang lagi skripsinya. Karena saya bikin tandingan skripsi kalian, sebuah buku yang mengulas habis dampak positif dunia game. Bukannya kalangan akademis lebih pintar dan lebih lihai dalam melihat fenomena sosial di masyarakat? Sekali lagi terimakasih sudah mendengar curhatan siang hari saya para teman-teman kompasianer. Semoga istirahatnya menyenangkan ya! Saya juga sedang mempersiapkan buku ke -2 (tentang game juga koq, kan saya gamer! Hihihi). Oh iya kalau ada teman-teman yang konsultasi seputar dunia game, mail aja ya…insyaAllah saya bantu sebisanya.

Jamal : The Beginning (part I)

Jamal sendirian sekarang. Tak banyak yang bisa dilakukan setelah pulang sekolah, tidak seperti dulu waktu SMP. Jamal masih mengingatnya, dia pulang pasti bareng Budi dan Parman.Saat itu masih menyenangkan. Mereka tidak biasa lewat jalan besar, “Kita bedol desa yuk?” Kalimat yang tiap hari Budi ucapkan. Kalau sudah bedol desa, mereka biasa menyusuri jalan setapak di sawah. Sering mereka kecemplung sawah, kalau sudah masuk (kecemplung) susah keluar! Itulah prinsip yang sering mereka ucapkan. Butuh waktu yang lama untuk mengangkat satu orang keluar, karena tinggi pematangnya dan tanahnya yang gembur. Kalau mereka kecemplung semua, mereka berteriak berharap ada orang yang lewat. Lucu memang, merekapun sering dikejar orang gara-gara petasan. Sempat suatu ketika mereka jatuh cinta pada gadis cantik di perumahan elit, dengan noraknya mereka menunggu di depan rumahnya sambil nyalain petasan berharap gadis cantik itu keluar dan mendatanginya. Tapi seperti biasa, strategi mereka digagalkan oleh teriakan anjing di dalam rumah. Butuh teknik yang tinggi untuk memanjat pagar sekolah di depan rumah itu, kenang Jamal. Kasian Jamal, dia memang salah satu murid yang tidak terbawa arus teknologi. Bukannya tidak mau “berteknologi”, keluarganya memang tidak punya uang untuk membeli semua teknologi itu.
Jamal sebenarnya pantang menyerah, Jamal ingat waktu dia minta budi dan parman untuk dibuatin account pesbuk dan tiwiter. Cuma apa daya, satu jam berlalu, Jamal masih membuat belom “gaul” juga. “Udah mal! Tulis yang lu pikirin sekarang juga”, Budi dah gak sabar. Jamal menulis kalimat “halo” tapi dihapusnya kembali, “saya Jamal” dihapus juga, “Ibu saya Jumilah” dihapus juga…yang terakhir “kambing saya empat”,buru-buru dihapus Budi dan Parman. Jamal betul-betul tidak ada ide buat nulis status. Dan menunggu ide datang ke Jamal, sama saja menunggu petir di siang bolong. Budi dan Parman meninggalkannya diam-diam.
Pernah suatu ketika Budi dan Parman mengajak jamal ke kota buat nonton 21, “Dah mal, sekali-kali lu liat pelem layar lebar..mumpung bagus! Judulnya batman…apaagituu!”. Jamal sih seneng-seneng aja, yang namanya gratis jamal pasti no 1 mengangkat tangan. Baru 10 menit nyampai 21, jamal udah kepisah dari Budi dan Parman. Jamal salah tempat, toilet memang satu-satunya pintu yang dibuka karena studio-studio masih dalam awal jam pemutaran film. Akhirnya Budi dan Parman bagi tugas, Parman ngawasin Jamal dan Budi membeli tiket plus makanan. Jamal memang bikin Budi dan Parman malu, Jamal menyalami hampir semua penjaga pintu studio yang dia temui. Jamal memang tidak lupa pesan ibunya untuk tidak melepaskan tali silaturahmi kepada siapapun. Begitulah, jamal masuk ke studio dan duduk dengan sukses setelah 3 kali jungkir balik kepleset tangga yang gelap itu. Untungnya Budi dan Parman menikmati pelemnya. Dan Jamal? Dia masuk angin dan menggigil di dalam studio,. Sejam berlalu Jamal memutuskan untuk keluar dari 21 membeli jahe hangat di warung.
Jamal menghela nafas, kesadarannya kembali seiring dengan langkah kakinya menyusuri trotoar. Jamal dan kesendirian, membuat dia gila. Kadang dia berbicara dengan burung gereja yang hinggap di pohon salah satu trotoar. Dipandangnya burung itu serius, lalu kalimat nya singkat “Kenapa kata orang kamu tidak lebih menarik dari tuwiter? kalian sama-sama burung kan?” Bahkan dia menggambar wajah di buku tulisnya hanya untuk bilang kepada Budi dan Parman, “ini sama facebook bagusan mana?”. Kadang Jamal menyempatkan diri duduk di lapangan bola masa kecilnya ketika lewat. Dia ingat, pernah si Anton menyodorkan androidnya, “Mal..lu coba deh PES terbaru gw, sistemnya dipersulit lagi loh..lebih seru! dan..” sebelum Anton menyelesaikan kalimatnya, Jamal memotongnya dengan “bagaimana kalo pulang sekolah kita maen bola di lapangan waktu SD kita dulu?”. Anton pergi, “basi lu!..”. Jamal gak habis pikir, kenapa temannya lebih menyukai sepak bola di hpnya daripada dilapangan ini?
Jamal sebenarnya Jatuh cinta, pada teman sekelasnya, Mira. Tapi Mira benci Jamal, Jamal pun bingung. Pernah Mira bawa tablet yang dibelikan orangtuanya sesudah menjual sawah, “bagus gaaaak? Ini terbaru lhooo!” semua anak berdecak kagum, kecuali ..tentu saja..Jamal hanya bilang “Mir, emang kaca di kamar mandi sekolah kurang besar ya sampai bawa lagi?”. Yang pasti, Jamal suka Mira dan begitu perhatian kepadanya. Ketika Mira update status. Jamal tak sengaja melihat mira menulis “J4nTun5 kuwH Berd3b4R2x L1aT K4muwH”, Jamal mangangkat tangan tinggi-tinggi. “Pak, saya mau ke puskesmas!”. “Sakit Mal?” Tanya pak Tarno waktu itu. Jamal maju sambil menarik tangan mira keras-keras “Mira sakit jantung pak..butuh perawatan darurat”. Jamal dan percintaannya, bisa dibilang cukup sukses. Itu kata Jamal yang tetap percaya diri.
Jamal sedih jika ingat teman-teman sekolahnya. Dia tau budi Parman masih teman baiknya, yang lain pun masih. Tapi Jamal merasa, dia lebih baik sendiri dulu. Jamal pernah ikut nimbrung bersama anak-anak sekolah, tapi yang keluar lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. “Nge-tuwit tu apa sih?” “Trending topic dengan standing comedi itu saudaraan ya?” “Kamu gak bosen apa mencetetin hpmu terus?” “galau itu apaan si?”. Jamal jadi gak enak sendiri. Dia lebih baik menyendiri di perpustakaan, setia dengan buku-buku nya. Budi Parman, sahabat baiknya, sering mengajaknya keluar dari perpustakaan “Mal, ini jaman mbah google, udah gak jaman pegang buku mal..lu cari apa tinggal ketik, beres mal!”. Jamal tidak mau, dia tidak suka merepotkan Budi dan Parman yang sudah dia anggap saudara sendiri.
Jamal merasa dia orang yang terlahir di zaman yang salah. Dia selalu merasa seperti itu, dia tidak mengerti kata temannya tentang “teknologi”. Dia mencoba mengerti tapi tidak bisa. Jamal merasa dia dipisahkan dari teman-temannya karena “teknologi”. Sekarang pun Jamal pun dia sampai dirumah dengan wajah kusut. Bahkan Jamal menghampiriku, mendekatiku dengan serius dan bilang “Apa aku terlahir di zaman yang salah ya Can?”.
“Mungkin mereka yang baca tulisan ku bisa menjawabnya”
 
Home | Gallery | Tutorials | Freebies | About Us | Contact Us

Copyright © 2009 Burjo! |Designed by Templatemo |Converted to blogger by BloggerThemes.Net

Usage Rights

DesignBlog BloggerTheme comes under a Creative Commons License.This template is free of charge to create a personal blog.You can make changes to the templates to suit your needs.But You must keep the footer links Intact.