Jamal : The Beginning (part I)

Jamal sendirian sekarang. Tak banyak yang bisa dilakukan setelah pulang sekolah, tidak seperti dulu waktu SMP. Jamal masih mengingatnya, dia pulang pasti bareng Budi dan Parman.Saat itu masih menyenangkan. Mereka tidak biasa lewat jalan besar, “Kita bedol desa yuk?” Kalimat yang tiap hari Budi ucapkan. Kalau sudah bedol desa, mereka biasa menyusuri jalan setapak di sawah. Sering mereka kecemplung sawah, kalau sudah masuk (kecemplung) susah keluar! Itulah prinsip yang sering mereka ucapkan. Butuh waktu yang lama untuk mengangkat satu orang keluar, karena tinggi pematangnya dan tanahnya yang gembur. Kalau mereka kecemplung semua, mereka berteriak berharap ada orang yang lewat. Lucu memang, merekapun sering dikejar orang gara-gara petasan. Sempat suatu ketika mereka jatuh cinta pada gadis cantik di perumahan elit, dengan noraknya mereka menunggu di depan rumahnya sambil nyalain petasan berharap gadis cantik itu keluar dan mendatanginya. Tapi seperti biasa, strategi mereka digagalkan oleh teriakan anjing di dalam rumah. Butuh teknik yang tinggi untuk memanjat pagar sekolah di depan rumah itu, kenang Jamal. Kasian Jamal, dia memang salah satu murid yang tidak terbawa arus teknologi. Bukannya tidak mau “berteknologi”, keluarganya memang tidak punya uang untuk membeli semua teknologi itu.
Jamal sebenarnya pantang menyerah, Jamal ingat waktu dia minta budi dan parman untuk dibuatin account pesbuk dan tiwiter. Cuma apa daya, satu jam berlalu, Jamal masih membuat belom “gaul” juga. “Udah mal! Tulis yang lu pikirin sekarang juga”, Budi dah gak sabar. Jamal menulis kalimat “halo” tapi dihapusnya kembali, “saya Jamal” dihapus juga, “Ibu saya Jumilah” dihapus juga…yang terakhir “kambing saya empat”,buru-buru dihapus Budi dan Parman. Jamal betul-betul tidak ada ide buat nulis status. Dan menunggu ide datang ke Jamal, sama saja menunggu petir di siang bolong. Budi dan Parman meninggalkannya diam-diam.
Pernah suatu ketika Budi dan Parman mengajak jamal ke kota buat nonton 21, “Dah mal, sekali-kali lu liat pelem layar lebar..mumpung bagus! Judulnya batman…apaagituu!”. Jamal sih seneng-seneng aja, yang namanya gratis jamal pasti no 1 mengangkat tangan. Baru 10 menit nyampai 21, jamal udah kepisah dari Budi dan Parman. Jamal salah tempat, toilet memang satu-satunya pintu yang dibuka karena studio-studio masih dalam awal jam pemutaran film. Akhirnya Budi dan Parman bagi tugas, Parman ngawasin Jamal dan Budi membeli tiket plus makanan. Jamal memang bikin Budi dan Parman malu, Jamal menyalami hampir semua penjaga pintu studio yang dia temui. Jamal memang tidak lupa pesan ibunya untuk tidak melepaskan tali silaturahmi kepada siapapun. Begitulah, jamal masuk ke studio dan duduk dengan sukses setelah 3 kali jungkir balik kepleset tangga yang gelap itu. Untungnya Budi dan Parman menikmati pelemnya. Dan Jamal? Dia masuk angin dan menggigil di dalam studio,. Sejam berlalu Jamal memutuskan untuk keluar dari 21 membeli jahe hangat di warung.
Jamal menghela nafas, kesadarannya kembali seiring dengan langkah kakinya menyusuri trotoar. Jamal dan kesendirian, membuat dia gila. Kadang dia berbicara dengan burung gereja yang hinggap di pohon salah satu trotoar. Dipandangnya burung itu serius, lalu kalimat nya singkat “Kenapa kata orang kamu tidak lebih menarik dari tuwiter? kalian sama-sama burung kan?” Bahkan dia menggambar wajah di buku tulisnya hanya untuk bilang kepada Budi dan Parman, “ini sama facebook bagusan mana?”. Kadang Jamal menyempatkan diri duduk di lapangan bola masa kecilnya ketika lewat. Dia ingat, pernah si Anton menyodorkan androidnya, “Mal..lu coba deh PES terbaru gw, sistemnya dipersulit lagi loh..lebih seru! dan..” sebelum Anton menyelesaikan kalimatnya, Jamal memotongnya dengan “bagaimana kalo pulang sekolah kita maen bola di lapangan waktu SD kita dulu?”. Anton pergi, “basi lu!..”. Jamal gak habis pikir, kenapa temannya lebih menyukai sepak bola di hpnya daripada dilapangan ini?
Jamal sebenarnya Jatuh cinta, pada teman sekelasnya, Mira. Tapi Mira benci Jamal, Jamal pun bingung. Pernah Mira bawa tablet yang dibelikan orangtuanya sesudah menjual sawah, “bagus gaaaak? Ini terbaru lhooo!” semua anak berdecak kagum, kecuali ..tentu saja..Jamal hanya bilang “Mir, emang kaca di kamar mandi sekolah kurang besar ya sampai bawa lagi?”. Yang pasti, Jamal suka Mira dan begitu perhatian kepadanya. Ketika Mira update status. Jamal tak sengaja melihat mira menulis “J4nTun5 kuwH Berd3b4R2x L1aT K4muwH”, Jamal mangangkat tangan tinggi-tinggi. “Pak, saya mau ke puskesmas!”. “Sakit Mal?” Tanya pak Tarno waktu itu. Jamal maju sambil menarik tangan mira keras-keras “Mira sakit jantung pak..butuh perawatan darurat”. Jamal dan percintaannya, bisa dibilang cukup sukses. Itu kata Jamal yang tetap percaya diri.
Jamal sedih jika ingat teman-teman sekolahnya. Dia tau budi Parman masih teman baiknya, yang lain pun masih. Tapi Jamal merasa, dia lebih baik sendiri dulu. Jamal pernah ikut nimbrung bersama anak-anak sekolah, tapi yang keluar lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. “Nge-tuwit tu apa sih?” “Trending topic dengan standing comedi itu saudaraan ya?” “Kamu gak bosen apa mencetetin hpmu terus?” “galau itu apaan si?”. Jamal jadi gak enak sendiri. Dia lebih baik menyendiri di perpustakaan, setia dengan buku-buku nya. Budi Parman, sahabat baiknya, sering mengajaknya keluar dari perpustakaan “Mal, ini jaman mbah google, udah gak jaman pegang buku mal..lu cari apa tinggal ketik, beres mal!”. Jamal tidak mau, dia tidak suka merepotkan Budi dan Parman yang sudah dia anggap saudara sendiri.
Jamal merasa dia orang yang terlahir di zaman yang salah. Dia selalu merasa seperti itu, dia tidak mengerti kata temannya tentang “teknologi”. Dia mencoba mengerti tapi tidak bisa. Jamal merasa dia dipisahkan dari teman-temannya karena “teknologi”. Sekarang pun Jamal pun dia sampai dirumah dengan wajah kusut. Bahkan Jamal menghampiriku, mendekatiku dengan serius dan bilang “Apa aku terlahir di zaman yang salah ya Can?”.
“Mungkin mereka yang baca tulisan ku bisa menjawabnya”

0 komentar:

Posting Komentar

 
Home | Gallery | Tutorials | Freebies | About Us | Contact Us

Copyright © 2009 Burjo! |Designed by Templatemo |Converted to blogger by BloggerThemes.Net

Usage Rights

DesignBlog BloggerTheme comes under a Creative Commons License.This template is free of charge to create a personal blog.You can make changes to the templates to suit your needs.But You must keep the footer links Intact.